Para Penjaga Bumi Pertiwi

Author: Shconer Design // Category:


 Mengenal Penjaga Bumi Indonesia 

Quote:
Hari Bumi atau Earth Day diperingati pada setiap tanggal 22 April di seluruh dunia. Pada saat itu banyak aksi - aksi damai atau penyebaran pamflet untuk mengajak masyarakat kembali peduli Bumi begitu menyebar, seolah di hari itu semua orang sadar, bahwa Bumi ini harus di rawat dan dipedulikan.

Kaum masyarakat modern banyak yang meneriakkan: Selamatkan Bumi! Gerakan kesadaran ini memang bagus, menggedor nurani kita untuk kembali menjaga Bumi. Sekaligus jadi bukti, bahwa modernisasi yang tercipta sejak lahirnya jaman industri di abad 18 ternyata membawa Bumi pada kehancuran selama ratusan tahun sesudahnya. Tetapi tahukah kita bahwa justru masyarakat adat Indonesia yang jauh dari kata modernisasi adalah penjaga Bumi sesungguhnya? Dan inilah 7 Penjaga Bumi Di Indonesia:
Quote:
1. DAYAK IBAN
Quote:
Masih banyak suku - suku dayak di Kalimantan yang berusaha plus berjuang tetap menjaga hutan. Kita ambil contoh dari satu yang paling populer: Suku Dayak Iban.

Dayak Iban di Dusun Sungai Utik Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat memiliki hutan cadangan di Sungai Utik, di area ini ditumbuhi kayu meranti, kapur, ladan, dan beragam jenis rotan.

'Disini sudah ada satu aturan, satu kepala keluarga maksimal satu tahun boleh menebang 30 batang'', kata Raymundu Sremang, Kepala Desa Batu Lintang. Sanksi adat berupa denda akan diberikan bagi para pelanggar, '' Didenda sebesar Rp 500 ribu, dan itu pernah terjadi''.

Dayak Iban menyadari bahwa "Hutan memberi kami air bersih, sehingga darah kami bersih. Tanah kami utuh, tanah menua dan tidak dibabat. Hutan kami menangkap karbon, gas yang beracun sehingga kami terlindung dan kami tidak terkena penyakit."

Berbagai alasan itu pula yang membuat suku Dayak Iban di kawasan Sungai Utik menolak tawaran investor untuk mengubah hutan adat menjadi perkebunan kelapa sawit, yang banyak dibuka di kawasan perbatasan Sarawak Malaysia itu.

Kearifan menjaga hutan ini tahun 2008, Sungai utik merupakan Hutan Adat yang pertama mendapat sertifikat ekolabel, dalam pengelolaan hutan lestari dari Lembaga Ekolabel Indonesia.
Quote:
2. SUKU REJANG JURUKALANG
Quote:
Masyarakat adat Jurukalang yang berada di beberapa kawasan Bengkulu memiliki kearifan lokal dalam melestarikan hutan. Mereka mempunyai undang - undang sebagai berikut:

Undang - Undang Simbur Cahayo. Meskipun undang - undang ini dibuat oleh Belanda ( van Bossche ) dan kemudian dilakukan beberapa perubahan di dalamnya adalah salah satu sumber undang - undang adat yang tertulis yang selalu dijadikan sebagai referency dalam penyelesaian sengketa yang terjadi di Masyarakat Jurukalang

Taneak Tanai. Sebutan untuk hamparan tanah dalam lingkup komunitas adat yang dimiliki secara komunal dan biasanya adalah bagian wilayah kelola warga.

Setiap pihak yang mengelola di kawasan tertentu di dalam taneak tanai wajib untuk menanam tanaman - tanaman keras yang bernilai konservasi dan ekonomi seperti petai, durian dan lainnya sebagai tanda wilayah tersebut telah dimiliki oleh seseorang dan keluarga tertentu.

Utan atau Imbo Piadan. Ini penyebutan untuk hutan yang dipercayai ada penunggu gaib sehingga ada beberapa prasyarat untuk membuka kawasan ini jarang ada warga yang berani membuka hutan larangan ini, di Jurukang kawasan Bukit Serdang adalah kawasan yang dipercayai mempunyai kekuatan gaib yang memelihara kawasan tersebut

Adat Rian Cao. Adalah adat tata cara atau istilah local untuk menyebutkan kearifan lokal, adat tata cara ini berkembangan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan warga komunitasnya Penebangan Pohon Madu yang disebut dengan Sialang adalah pantangan berat untuk ditebang, jika ditebang akan dikenakan denda setengah bangun atau setengah dari denda membunuh orang.

Begitu juga dengan menebang pohon - pohon di sekitar pohon sialang dianggap juga sebagai pantangan adat, sialang dianggap sebagai hak komunal dan ketika panen maka biasanya diketahui oleh seluruh masyarakat komunitas dan ada bagian tertentu dari hasil panen yang tidak boleh diambil dan dibiarkan tinggal di sekitar pohon karena dianggap itu adalah hak penunggu gaib dari pohon, proses panennya pun diiringi oleh nyanyian - nyanyian pujian baik pujian terhadap kayu maupun pujian terhadap penunggunya.
Quote:
3. SUKU WANA
Quote:
Praktik kultural masyarakat Wana ( Tau Taa Wana Bulang ) di Sulawesi Tengah terwujud dalam sejumlah acara ritual yang masih menganggap hutan memiliki ‘kekuatan gaib’. Praktik budaya lokal ini berdampak positif terhadap konservasi hutan yang dilakukan masyarakat Wana.

Ada 14 bentuk praktik ritual kearifan lokal yang dijalankan masyarakat Wana dalam melestarikan hutan dan lingkungan sekitarnya. Beberapa di antaranya ialah ritual Manziman Tana ( mohon izin ), Monguyu sua ( ritual penanaman pertama ), Mpopondoa Sua ( memberikan kekuatan hidup pada pohon ), Palampa Tuvu ( menolak bahaya ), Nunju ( mengusir roh jahat ), Ranja ( mengusir wabah ), dan Polobian ( pengobatan ).
Quote:
4. SUKU NAGA
Quote:
Tempat permukiman Suku Naga di Jawa Barat diapit dua buah hutan. Hutan pertama yang terletak di sisi Sungai Ciwulan disebut Leuweung Biuk. Leuweung dalam bahasa Sunda artinya hutan.

Namun, yang membedakan kawasan hutan di daerah itu dengan daerah lainnya di luar Kampung Naga adalah, keadaan tumbuhan Leuweung Biuk dan apalagi tumbuhan di Leuweung Larangan tetap terjaga utuh. Kawasan itu tampak hijau dengan berbagai jenis tumbuhan yang secara sengaja dibiarkan tumbuh secara alami. Terhadap tumbuhan tersebut, tak seorang pun anggota masyarakat Suku Naga berani merusaknya karena kedua areal hutan itu dikeramatkan.

Kawasan hutan kedua disebut LEUWEUNG Larangan yang luasnya kurang lebih tiga hektar, dikeramatkan karena di sana dimakamkan leluhur masyarakat Suku Naga, Sembah Dalem Eyang Singaparana.

Peristiwa - peristiwa seperti banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman padi yang mengakibatkan panen gagal atau berkurang produksinya misalnya, dianggap sebagai peristiwa yang tidak lepas dari hukum sebab akibat. Karena itu, ketika terjadi perambahan tanah adat yang kemudian dijadikan hutan industri dan perkebunan, masyarakat adat Suku Naga sudah memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya.

0 Responses to "Para Penjaga Bumi Pertiwi"

Post a Comment